Senin, 27 Juli 2015

Kenal Kei dolo


Pada hari ini kita tidak membahas sejarah yang banyak hanya inti-intinya saja karena susah dan panjang buat dijelaskan.
Menurut legenda setempat, nenek moyang masyarakat kepulauan Kei berasal dari Bali. Mereka merupakan pelarian bangsawan dari runtuhnya kerajaan Majapahit pada abad 15. Mereka dipimpin oleh Kasdew yang dapat direpresentasikan sebagai dewa. Dia dan dan istrinya, Dit Rantgil kemudian menetap di sebuah tempat bernama Ohoivuur yang sekarang berletak dekat desa Letvuan. Kasdew dan Dit Rantgil pun kemudian menyebarkan agama “hindu” yang merupakan agama asli masyarakat kepulauan Kei. Anak-anak Kasdew dan Dit Rangil berperan besar dalam terbentuknya dan tersebarnya hukum adat Larvul Ngabal dan naiknya berapa Raja Ratschap di Kei. (Hukum Larvul Ngabal dan Ratschap akan dibahas di hari yang lain).
Ada lagi cerita tentang datangnya keturunan masyarakat Banda ke kepulauan Kei. Pada tahun 1623 Ketika kepulauan Banda dibumihanguskan oleh JP Coen, datanglah para pendatang baru ke kepulauan Kei. Mereka adalah masyarakat asli kepulauan Banda yang mengungsi karena kampung halaman mereka dihancurkan oleh VOC untuk memonopoli perdagangan pala. Pendatang dari Banda tersebut kemudian menetep di Kei Besar dan mendirikan dua desa yaitu Desa Banda Eli dan Banda Elat.
Selain kedua contoh tersebut ada banyak cerita masyarakat tentang asal usul masyarakat yang tinggal di kepulauan Kei. Selain datang dari Bali dan Banda, ada juga yang berasal dari Jawa, Arab, Seram,Leti, dan lain-lain tempat. Warisan nenek moyang tersebut dalam masyarakat modern kepulauan Kei ditandai oleh beberapa marga yang mencerminkan asal usul mereka. Marga Ohoiwutun dapat diartikan sebagai Orang Buton. Dimana pengartian tersebut menurut cerita kepala marga merupakan asal nenek moyang mereka. Salah satu marga yang menurut masyarakat Kei langsung berasal dari Bali adalah marga Letsoin. Selain penggunaan pada marga, juga ada beberapa nama desa yang dinamai dari asal leluhur mereka seperti desa Selayar dan desa Danar Ternate.
Kontak pertama kepulauan Kei dengan Belanda dimulai pada tahun 1622 melalui VOC, Tetapi VOC tidak terlalu tertarik untuk menguasai kepulauan Kei karena tidak adanya rempah-rempah seperti di Kepulauan Banda dan Kepulauan Lease. Tetapi VOC menempatkan perwakilan mereka di Elat dan membuat perjanjian dengan beberapa raja di Kei yaitu raja Fer.

Maluku Muslim yang akan naik haji pada abad 19. Photo credit to Collectien Tropen Museum
Dari abad 17 juga kepulauan Kei berada di jalur perdagangan Indonesia Timur dari kepulauan Aru ke Cina. Sehingga hal tersebut membuat para pedagang dari Bugis, Makassar, dan Buton mulai mengambil peran sebagai pedagang di kepulauan Kei. Pada masa itupun agama Islam mulai masuk di kepulauan Kei. Agama Islam sendiri merupakan agama abrahamic pertama yang datang ke Islam. Tidak ada catatan yang pasti di mana agamaIslam pertama kali sampai di kepulauan Kei. Ada beberapa versi yang menyebutkan bahwa agama Islam pertama kali datang di desa Dullah. Ada juga yang bercerita agama Islam mennyebar terlebih dulu di kepulauan Tayando baru ke kepulauan Kei. Ada beberapa catatan asing juga menceritakan bahwa Islam pertama kali masuk di desa Fer. Tetapi yang dapat dipastikan adalah ketika masyarakat Banda datang ke Kei dan mendirikan Banda Eli dan Elat mereka sudah memeluk Islam. Tetapi sampai datangnya misionaris kristen tidak sampai 20 persen masyarakat di Kei beragama Islam. Sehingga sampai pada tahun 1930 masih terjadinya “persaingan” antara misionaris dengan para ulama untuk menyebarkan agama-agama mereka di Kei
Alfred Russell Wallace dalam perjalananya ke kepulauan Aru pun sempat mampir di kepulauan Kei pada tahun 1850an.
https://d262ilb51hltx0.cloudfront.net/max/700/1*gV7H7TrU20yp-oB13ac70A.png
Kota Tual tahun 1915. Credit photo to Collectie Tropen Museum
Pada tahun 1882, Belanda mulai mendirikan kantor pemerintahan kolonial di Kei. Dan dimulai dari tahun 1882 merupakan masa “penjajahan” Belanda di Kei. Kedatangan dan pembukaan kantor kolonial pun membuka babak baru di kepulauan Kei. Dimana hal tersebut ditandai dengan masuknya misionaris Katolik ke Kei. Misionaris Katolik pun pertama-tama masuk ke Tual, tetapi karena masyarakat Tual sudah masuk islam maka misionaris katolik pindah ke desa lain yaitu Ohoingur. Di desa Ohoingur para misionaris katolik berhasil “menyembuhkan” dan membaptis seorang balita 2 tahun dari epidemik kolera yang terjadi disana. Masyarakat di Ohoingur pun percaya dengan kemampuan supernatural yang dilakukan oleh para misionaris dan menginjinkan banyak anak-anak untuk dibaptis. Tak lama setelah itu seluruh Desa Ohoingur masuk agama Katolik, dan desa Ohoingur pun kemudian berganti nama menjadi Langgur untuk menghormati Adolph Langen (Pebisnis yang meminta keuskupan untuk mengirim misionaris Katolik). Kemudian pada tahun awal abad 20 datanglah para misionaris protestan ke Kei. Dimana fokus misionaris protestan lebih ke Kei Besar, dan misionaris katolik lebih ke Kei Kecil.
https://d262ilb51hltx0.cloudfront.net/max/800/1*690ERHwi0CBf4EdGCzhwdQ.png
Sekolah yang didirikan oleh misionaris di Langgur. credit photo to collectie tropenmuseum.
Penyebaran agama oleh para misionaris membuat masyarakat kepulauan Kei menjadi lebih modern dengan dibukannya sekolah, memperkenalkan pakaian modern, dan pemerintahan yang lebih modern. Banyak juga warga-warga kepulauan Kei yang ditarik untuk membantu misionaris di tempat lain di Indonesia Timur, menjadi administratur bagi Belanda di kawasan Indonesia Timur dan menjadi anggota KNIL. Tetapi terjadi perubahan yang signifikan sekali terhadap kehidupan sosial masyarakat di kepulauan Kei. Karena terjadi semacam “balkanisasi” terhadap masyarakat Kei melalui pemisahan desa menurut agama, maka oleh sebab itu terdapat desa Islam, desa Katolik, desa Protestan di masyarakat kepulauan Kei modern.
Pada perang dunia kedua, Jepang pun datang ke kepulauan Kei dan menempatkan pasukan disana. Keberadaan Jepang disana membangun beberapa instalansi militer seperti lapangan terbang di desa Letfuan dan beberapa tangsi militer seperti di desa Evu
Di era revolusi untuk kemerdekaan Indonesia, tidak banyak catatan tentang perlawanan mendukung kemerdekaan RI terjadi di kepulauan Kei, tetapi menurut buku pak A.H. Nasution tentang jaman revolusi sempat berdiri organisasi yang pro kemerdekaan RI di Tual pada saat era revolusi. Dan kepulauan Kei pun tergabung dalam dewan Maluku Selatan yang menjadi bagian dari Negara Indonesia Timur.
Tahun 1950, ketika Indonesia sudah resmi mendapatkan pengakuan kemerdekaan dari Belanda, terjadilah pemberontakan RMS di Ambon. Tetapi menurut masyarakat konsep RMS tidak laku di kalangan masyarakat Kei karena terlalu didominasi oleh masyarakat Ambon. Sehingga ketika TNI mendaratkan pasukan di Kei tidak ada perlawanan sama sekali terhadap pemerintah Republik Indonesia.
Tahun 1951, Gubernur pertama provinsi Maluku yaitu Mr. J. Latuharhary berkunjung ke kawasan selatan Ambon lainnya dengan menumpang kapal Kasimbar menemui beberapa tokoh masyarakat Kei dan tokoh-tokoh lain dari pulau-pulau di selatan Ambon lainnya seperti Tanimbar, Aru, Kisar, Leti, dan Wetar. Kunjungan tersebut menyampaikan tentang akan dibentuknya Daerah Tingkat II di kawasan selatan Ambon yang telah disuarakan oleh tokoh-tokoh tersebut ketika masih berada di dewan Maluku Selatan di Negara Indonesia Timur.
Your browser does not support the video tag.
Logo kabupaten Maluku Tenggara. Credit to Wikimedia.
Pada tahun 1957 dibentuknya Kabupaten Maluku Tenggara yang terdiri dari kepulaun Kei, kepulauan Aru, kepulauan Tanimbar, kepulauan Babar, kepulauan Kisar, kepulauan Leti, kepulauan Damar, Kepulauan Wetar. Berdirinya kabupaten Maluku Tenggara menempatkan Tual yang berada di kepulauan Kei sebagai ibukota kabupaten.
Ketika jaman trikora untuk merebut Papua, kepulauan Kei menjadi lokasi yang strategis untuk menginfiltrasi Papua. Desa Letfuan yang memiliki lapangan terbang peninggalan Jepang menjadi basis bagi beberapa pesaawat TNI AU seperti Mig-17, B-25, B-26, C-47.
https://d262ilb51hltx0.cloudfront.net/max/600/1*5DWUyQZVJQnpvU_QX_MvMw.jpeg
Jembatan Usdek yang menghubungkan Dullah dan Kecil. credit photo to matdoan.blogspot
Di era orde baru, pembangunan mulai masuk di Kei pada tahun 1980an. Dimana sudah banyak didirikan gedung-gedung pemerintahan yang megah seperti kantor walikota Tual dan pembangunan jembatan usdek yang menghubungkan pulau Dullah dan Kei Kecil. Ketika berakhirnya era orde baru pada tahun 1999. Konflik berbau SARA yang dimulai di Ambon masuk ke Kei. (Dan itu akan dibahas beberapa hari kedepan)
Tahun 2000, kabupaten maluku tenggara dimekarkan menjadi 2 yaitu kabupaten maluku tenggara dan kabupaten maluku tenggara barat. Pemekaran tersebut membuat kabupaten maluku tenggara hanya terdiri dari kepulauan Kei dan kepulauan Aru. Tetapi situasi tersebut tidak berlangsung lama, tahun 2003 kepulauan Aru memisahkan diri dan membentuk kabupaten baru sehingga kabupaten maluku tenggara mencakup semua kepulauan Kei.
https://d262ilb51hltx0.cloudfront.net/max/574/1*I7YnNNqNk0P1WDtgvVse8g.jpeg




Logo pemerintahan kotamadya Tual
Tahun 2007 di pemerintahan di kepulauan Kei menjadi 2 yaitu, kabupaten Maluku Tenggara dan kotamadya Tual. Kotamadya Tual sendiri terdiri dari seluruh pulau Dullah dan kepulauan Tayando. Sedangkan kabupaten Maluku Tenggara terdiri dari pulau Kei Besar dan Kei Kecil serta pulau — pulau yang lainnya.

https://d262ilb51hltx0.cloudfront.net/max/700/1*T6AH4-HskaZGoJb0c-eXRw.jpeg 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar